Seni "debus" yang terkenal di Banten dan juga berkembang di sejumlah daerah lainnya di Indonesia, yang dianggap sebagai sihir atau "magic", akan dijelaskan dari sisi ilmu fisika oleh peraih hadiah Nobel.
Penjelasan disampaikan pada pertemuan siswa, guru dengan kalangan ilmuwan serta lima peraih Nobel dalam kegiatan bertajuk The Asian Science Camp (ASC) 2008 yang berlangsung di Sanur, Bali, 3-9 Agustus 2008.
Hal itu disampaikan Prof Yohanes Surya Ph.D, ketua panitia kegiatan tersebut yang juga merupakan pendiri Surya Institute, yayasan yang menjadi tuan rumah penyelenggaraan ASC 2008, kepada ANTARA News, Minggu.
Di sela-sela kesibukan mempersiapkan kegiatan yang dijadwalkan dibuka Senin (4/8) pagi itu, disebutkan bahwa dari 12 peraih Nobel yang diundang, lima orang di antaranya telah menyampaikan konfirmasi kehadirannya di Bali.
Mereka adalah Prof Masatoshi Koshiba (2002 Nobel Laureate in Physics, Japan), Prof Yuan Tseh Lee (1986 Nobel Laureate in Chemistry, Chinese Taipei), Prof Douglas D Osheroff (1996 Nobel Laureate in Physics, USA), Prof. Dr.Richard Robert Ernst (1991 Nobel Laureate in Chemistry, Switzerland), and Prof David Gross (2004 Nobel Laureate in Physics, USA).
Di antara mereka itulah yang akan memaparkan ilmu fisika dalam berbagai praktek kehidupan masyarakat, termasuk yang terkait dengan teknik seni yang disebut "debus" maupun teknik berjalan di atas bara api.
Ketika diminta memberi contoh ilmu fisika yang terkait seni "debus", fisikawan berusia 44 tahun yang membawa tim Indonesia menjadi pemenang Olimpiade Fisika Internasional ke 36, mengalahkan 84 negara lainnya tersebut dengan halus menolaknya.
"Soal itu tunggulah. Kan menjadi porsi peraih Nobel untuk memaparkannya. Kalau teknik berjalan di atas api saya boleh menjelaskan. Itu gampang, asal menginjaknya sebentar. Kalau kelamaan kaki siapa pun ya melepuh," ucap Prof Yohanes.
Para peraih Nobel bersama ilmuwan lainnya, selama penyelenggaraan ASC kedua itu akan berdialog dan melakukan sejumlah kegiatan bersama sekitar 500 siswa terpilih yang disertai guru pembimbing, sebagian besar dari Indonesia.
"Siswa akan mendapat kesempatan berbincang-bincang saat makan, perjalanan rekreasi dan kegiatan lainnya. Ini kesempatan bagi anak-anak dan guru untuk mendapatkan motivasi dalam mempelajari fisika maupun ilmu pengetahuan lainnya," katanya.
Ia berharap para siswa dan guru pembimbing dari Indonesia yang mencapai sekitar 350 orang, akan menjadi pelopor dalam menggalakkan pembelajaran fisika dengan cara yang mudah dan mengasyikkan.
"Fisika itu mudah kalau tahu ilmu dan caranya. Tidak perlu ditakuti sebagai mata pelajaran yang sulit," tambah Prof Yohanes yang mempunyai visi memajukan Indonesia melalui sains dan teknologi dengan metoda pengajaran Fisika asyik, mudah dan menyenangkan.